Selasa, 11 Januari 2011

P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964

P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964
P.T. PP London Sumatra Indonesia Tbk. sebelum dinasionalisasi bernama Harrison & Crossfield Ltd. Perusahaan ini berpusat di London, Inggris, dan awalnya

bergerak dalam usaha bahan-bahan kimia. Di Indonesia, tepatnya di Sumatera Utara perusahaan ini mengembangkan usaha perkebunan. Dari sini perusahaan ini kemudian mengembangkan diri ke propinsi lain di Indonesia.

2.1 Harrison & Crossfield Sebagai Pendiri P.T London Sumatra
Harrison dan Crossfield merupakan dua orang pengusaha yang memulai karirnya sebagai pengusaha di London, ibukota negara Inggris. Kerjasama yang erat dari keduanya membuat usaha-usaha yang mereka bangun mengalami kesuksesan. Di samping kerjasama yang terlihat sangat erat, kemajuan usahanya juga didorong dengan kejelian melihat peluang di berbagai negara. Di Indonesia sendiri mereka membuka usaha perkebunan10.
Harrison dan Crossfield, pertama kali bergabung pada tahun 1884 di London. Perusahaan-perusahaan yang mereka dirikan pada awalnya belun bertaraf internasional. Usaha yang dilakukan pertama kali oleh kedua pengusaha ini adalah dalam bidang perdagangan, yaitu memperdagangkan bahan-bahankimia sebagai hasil produksi dari perusahaan baru mereka.11 Minimnya jumlah perusahaan yang memproduksi bahan-bahan kimia pada era 1880-an, baik di Inggris sendiri maupun di berbagai negara menjadikan produksi perusahaan yang di pimpin oleh Harrison dan Crossfield bayak diperdagangkan ke banyak Negara.
Dengan besarnya hasil yang diperoleh Harrison dan Crossfield, dari penjual hasil produksi bahan kimia selama puluhan tahun, perusahaan ini mendapat untung yang besar, sehingga Harrison dan Crossfield mulai mengembangkan perusahaannya ke dalam bentuk produksi yang lain.
Perusahaan-perusahaan baru yang direncanakan oleh perusahaan Harrison dan Crossfield didirikan di luar Inggris, dengan jenis hasil produksi yang berbeda-beda. Sebagai tahap awal pendirian, pihak perusahaan melakukan kunjungan ke berbagai negara guna melihat peluang usaha. Perjalanan ini pada dasarnya ditujukan ke negara-negara yang sudah dimasuki ataupun dijajah oleh negara-negara barat12. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa negara-negara tersebut memiliki potensi alam untuk dikelola. Di awal tahun 1900-an perusahaan-perusahaan yang direncanakan pun mulai dibuka, yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dan bahan kimia, perkebunan, Pauls (yang terdiri dari bermacam-macam dagang) dan perdagangan umum internasional, yang prosesnya dilakukan secara bersamaan di masing-masing negara yang sudah ditentukan oleh pemilik perusahaan.
Bentuk-bentuk usaha yang dibangun di luar negara Inggris disesuaikan dengan orientasi daerahnya, di Hindia Belanda sendiri usaha yang dibangunadalah perusahaan perkebunan. Berdirinya perusahaan-perusahaan yang mengatasnamakan Harrison dan Crossfield, menjadikan taraf perusahaan menjadi perusahaan yang besar dan multi internasional dengan nama baru Harrison & Crossfield Ltd, yang berpusat di London, Inggris.


2.2 Areal Perkebunan
Sistem perkebunan pada dasarnya sudah lama dikenal di Indonesia yang didahului oleh perkebunan swasta. Pada tahun 1857, di Indonesia sendiri yang masih berada di tangan pemeintah Belanda, perkebunan swasta di Indonesia sudah memiliki peraturan keagrariaan. Peraturan tersebut mengatur tentang penggunaan lahan perkebunan dan tanaman produksi13.
Indonesia adalah salah satu negara yang memberikan kesempatan besar kepada pengusaha untuk membuka lahan perkebunan. Tahun 1938, dalam hal ini Indonesia belum merdeka, jumlah perusahaan perkebunan swasta sudah mencapai jumlah 243 perkebunan besar, yang sebagian di antaranya terdapat di pulau Sumatera. Perusahaan tersebut pada dasarnya adalah milik pengusaha Inggris, Belanda, Cina dan negara Eropa lainnya.14
Dalam mendapatkan tanah, cara yang dilakukan oleh para pengusaha-pengusaha asing di Indonesia ada dua cara. Hal ini didasarkan pada kedudukan negara-negara tersebut di Indonesia, misalnya pengusaha Belanda yang negaranya adalah sebagai penjajah proses perolehan tanah didapatkan denganmelanggengkan kekuasaan, sedangkan pengusaha-pengusaha lainnya memperoleh tanah dengan melakukan perjanjian kontrak ataupun melalui kesepakatan kepada pemilik tanah.
Kesempatan berusaha yang didapatkan para pengusaha-pengusaha asing di Indonesia pada dasarnya dilakukan kepada penguasa setempat Di Sumatera Timur, pengusaha asing melakukan pendekatan terhadap Sultan. Hal ini dilakukan adalah sebagai bukti bahwa pengusaha adalah sekaligus pemilik tanah yang mempunyai hak khusus melakukan perjanjian dengan orang asing ataupun kepada para pengusaha Asing di Sumatera Timur.
Tanah yang sering dijadikan sebagai lahan kontrak oleh para penguasa pada umumnya adalah tanah yang penduduknya sangat jarang ataupun wilayah yang ditempati oleh kelompok suku pendatang, yaitu masyarakat yang datang dari Jawa dan masyarakat Asia lainnya. Tanah yang ditempati oleh masyarakat pendatang ataupun masyarakat Asia lainnya pada dasarnya terpisah dari status tanah yang mereka tempati15.
Sultan mempunyai hak penuh dalam mengelola tanah tersebut, sedangkan masyarakat yang menempati tanah Sultan tunduk pada peraturan yang dikeluarkan oleh Sultan. Ketika perusahaan atau perkebunan dibuka di atas areal yang ditempati masyarakat, maka masyakat yang sudah tinggal lama di wilayah tersebut pada umumnya akan menetap di areal itu dan bekerja sebagai buruh dalam perkebunan ataupun perusahaan yang didirikan di sekitarnya. Proses kontrak tanah oleh Sultan kepada para pengusaha, dilakukan dengan dasar hukum yang jelas. Tujuan pembentukan peraturan agraria ini adalah memperjelas status tanah yang dijadikan sebagai lahan perkebunan oleh para pengusaha.
Permasalahan pertanahan yang akan dikontrak dan dijadikan sebagai lahan perkebunan pada dasarnya diatur dalam peraturan-peraturan agraria yang sudah dibentuk oleh sultan bersama dengan orang Eropa lainnya di Sumatera Timur16.
Harrison dan Crossfield, mendapatkan lahan yang akan dijadikan sebagai areal perkebunan juga diperoleh berdasarkan kesepakatan dengan sultan ( Zelfbestuur ), dengan perjanjian para pengusaha akan memperoleh hak guna usaha dalam jangka waktu yang disepakati dengan kata lain adalah kesepakatan Concessie17.
Tanah yang disepakati sebagai wilayah perkebunan adalah wilayah yang tergabung dengan wilayah Sumatera Timur. Harrison dan Crossfield, pertama kali mendapatkan lahan perkebunan di daerah Deli Serdang dengan lama kontrak selama 60 tahun18. Lahan yang didapatkan oleh Harrison dan Crossfield adalah lahan yang masih baru, belum pernah dijadikan sebagai lahan perkebunan oleh masyarakat ataupun kesultanan. Lahan yang diperoleh Harrison dan Crossfield segera ditanami dengan tanaman perkebunan, yakni kakao, teh, kopi, dan terutama karet. Hal ini dilakukan sebagai penyamaan dengan perkebunan-perkebunan lainnya di Sumatera Timur, yang menjadikan karet sebagai tanaman utama perkebunan. Sesudah kemerdekaan, atau sebelum tahun 1964, lahan-lahan yang dimiliki oleh Harrison dan Crossfield beberapa kali mendapat ancaman penarikan kembali dari pihak pemerintah Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan waktu perolehan tanah yang perkebunan masih didasarkan pada perjanjian kontrak kepada para Sultan di Sumatera Timur, atau dalam hal ini bukan pemerintah Indonesia.
Salah satu babakan yang paling berat dihadapi oleh Harrison dan Crossfield, adalah masa nasionalisasi milik pengusaha Asing di Indonesia tahun 1960, yang difokuskan kepeda perusahaan-perusahaan milik pengusaha dan pemerintah Belanda. Proses pemilikan yang dinilai tidak sesuai dengan proses yang sebenarnya terhadap aset-aset negara oleh Belanda diharuskan ditarik kembali dan dikelola oleh negara Republik Indonesia.
Proses hukum yang jelas terhadap tanah-tanah yang dikontrak oleh Harrison dan Crossfield melepaskan lahan–lahan yang mereka miliki dari penarikan nasionalisasi. Di sisi lain ternyata perusahaan Harrison & Crossfield LTD, memberikan keuntungan kepada pemerintah dan kehidupan sosial yang ada di Sumatera Utara (sesudah Merdeka). Perusahaan Harrison & Crossfield LTD. yang berpusat di London tetap berjalan seperti biasanya. Lahan-lahan perkebunan yang dimiliki oleh Harrison & Crossfield LTD, tetap beroperasi meski hanya mengalami perubahan hukum kontrak.
Hukum kontrak yang baru terhadap lahan-lahan yang dimiliki oleh Harrison & Crossfield LTD didasarkan pada hukum pemerintah Indonesia, bukanhukum kesultanan. Dasar kontrak terhadap lahan perkebunan Harrison & Crossfield LTD adalah Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 Thun 1960) yang isinya adalah hak perusahaan dalam mengelola lahan-lahan yang sudah dikontrak sebelumnya, yakni sebelum Indonesia merdeka19.
Lahan perkebunan milik Harrison dan Crossfield sampai akhir tahun 1960-an terdapat pada kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara, seperti kabupaten Asahan, Deli Serdang dan Labuhan Batu, meliputi beberapa kompleks perkebunan seperti, Dolok, Gunung Melayu, Begerpang dan perkebunan lainnya. Luas perkebunan sebelum tahun 1960-an telah mencapai ±14.000 hektar.20










2.3 Tanaman Produksi
Perusahaan Harrison & Crossfield Ltd adalah perusahaan yang pusat pemasarannya berada di Inggris. Atas dasar pemasaran, maka tanaman produksi yang ditanam di lahan Harrison & Crossfield Ltd adalah tanaman yang produksinya disesuaikan dengan pangsa pasar Internasional21. Di sisi lain penentuan tanaman produksi menurut manejemen Perusahaan Harrison & Crossfield Ltd disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia. Tanaman yang akan ditanam sebagai tanaman produksi adalah tanaman yang tumbuh di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Tahun 1906, sebagai periode pertama penanaman, perusahaan Harrison & Crossfield Ltd menanam tanaman karet, kakao, teh dan kopi sebagai tanaman produksi. Tanaman tersebut disamakan dengan tanaman perkebunan milik Belanda. Tanaman produksi pokok adalah tanaman karet. Karet ditanam dengan jumlah lebih besar daripada tanaman-tanaman lainnya. Hasil tanaman karet yang saat itu sangat dibutuhkan pasar internasional mengakibatkan banyak perusahaan perkebunan menjadikan tanaman tersebut sebagai tanaman produksi pokok, sedangkan tanaman yang lainya adalah sebagai tanaman produksi pendukung. Tanaman produksi pendukung ini, ditanam di lahan yang masih baru digunakan sebagai lahan perkebunan.
Perusahaan ban mobil pertama di Inggris bernama Dunlop, mengajak peran pengusaha perkebunan milik pengusaha Inggris yang ada di luar negara tersebut untuk menjadikan tanaman karet sebagai tanaman produksi sebagai upaya mendukung pabrik tersebut. Permintaan perusahaan Dunlop diterima yang dibuktikan dengan penanaman karet pada perusahaan-perusahaan Inggris. Perusahan-perusahaan tersebut tergabung dalam satu organisasi yang dinamakan dengan Rubber Company.
Harrison & Crossfield Ltd menempatkan tanaman karet pada daerah perkebunannya yang ada di Begerpang, Rambong Sialang di Deli Serdang dan Pulo Rambong di Langkat. Sebagian besar wilayahnya ditanami dengan tanaman karet. Penempatan tanaman ini didasarkan pada iklim Deli Serdang dan Langkat yang tergolong sebagai iklim tropis, yaitu wilayah hujan tropis disertai dengan dengan suhu panas dan kelembaban tinggi.
UniversitasHasil yang dicapai semasa tanaman karet sebagai tanaman produksi cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari tingkat kesuburan tanah yang masih tinggi. Tanaman karet yang baru tanam tersebut tumbuh subur di atas dataran Deli Serdang dan Langkat.
Di samping karet, Harrison & Crossfield Ltd juga menanam tanaman perkebunan untuk minuman dan makanan, seperti kopi, teh, dan terutama coklat atau kakao. Hal ini disebabkan bangsa Eropa sangat menyenangi makanan dan minuman coklat. Beberapa negara di Eropa berusaha mengembangkan tanaman tersebut sebab jumlah masyarakat yang meminatinya sangat besar. Harrison & Crossfield Ltd juga terpengaruh dengan tradisi Eropa tersebut, dan menjadikan kakao sebagai salah satu tanaman produksi perkebunan. Tanaman ini ditempatkan di daerah Rambong Sialang, sebab daerah tersebut sangat sesuai dengan iklim tanaman kakao, yaitu tanaman yang membutuhkan curah hujan yang tinggi dan sinar matahari22. Tanaman kakao tetap menjadi salah satu tanaman yang dibudidayakan oleh Harrison & Crossfield Ltd, sebab permintaan pasar terhadap produksi kakao tetap tinggi di pasaran Eropa.
Tanaman perkebunan karet dan kakao menjadi tanaman produksi paling besar semasa P.T London Sumatra masih dimiliki oleh perusahaan perkebunan Harrison & Crossfield Ltd, sedangkan tanaman lainnya adalah tanaman pelengkap.

2.4 Sistem Manajemen
Harrison & Crossfield Ltd adalah perusahaan Asing yang beroperasi di Indonesia, yaitu milik pengusaha dari Inggris. Perusahaan Harrison & Crossfield Ltd yang ada di Indonesia merupakan cabang perusahaan yang ada di Inggris, Korea, Singapura, Cina dan negara-negara Eropa lainnya, sedangkan pusat perusahaan tersebut berada di London, Inggris23.
Proses pengelolaan Harrison & Crossfield Ltd langsung dimanajemen dari London, Inggris. Hal ini dilakukan sebab manajemen perusahaan milik Harrison & Crossfield Ltd dikelola secara bersamaan dengan manajemen yang sama.
Pemilik modal, Harrison & Crossfield Ltd adalah pengusaha berkebangsaan Inggris, yaitu Harrison dan Crossfield yang berkedudukan di Inggris sebagai kantor pusat. Harrison & Crossfield pada awalnya masih tergolong sebagai perusahaan yang sederhana, dan tentunya masih bisa dikelola secara keseluruhan dari kantor pusat. Sebelum tahun 1964 perkembangan perusahaan Harrison & Crossfield Ltd tergolong lambat. Faktor yang mempengaruhi perkembangan ini adalah manajeman yang kurang baik dan situasi ekonomi dan politik Indonesia maupun internasional yang memberikan kesulitan terhadap perusahaan.
Dewan Komisaris dan Presiden Direktur sebagai kedudukan tertinggi, berkedudukan di Inggris. Kedudukan tertinggi, yang posisinya ada di Indonesia adalah Presiden Operasi yang bertugas untuk pengorganisasian di lapangan. Jadi kedudukan tertinggi pada P.T. London Sumatra berkedudukan di Inggris. Manajemen ini segera berubah sesudah tahun 1949, setelah perusahaan mendapat status hukum yang jelas dari pemerintah, tepatnya pemerintah daerah Sumatera Utara. Setelah merdeka, P.T. London Sumatra semakin berorientasi dengan tujuan nasional dan memajukan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Faktor lain yang menyebabkan perubahan tersebut adalah perkembangan perusahaan yaitu lahan perkebunan. Lahan baru milik Harrison & Crossfield Ltd, semakin dikembangkan ke daerah Asahan. Dengan demikian jabatan tinggi pada Harrison & Crossfield Ltd berkedudukan di Indonesia.
Setelah Harrison & Crossfield Ltd mendapat hukum yang jelas dari pemerintah Indonesia, menggantikan pergantian perjanjian yang sebelumnya dengan para sultan di Sumatera Timur, maka perusahaan diupayakan banyak memberikan bantuan sosialnya dan juga pembayaran pajak dan kerja sama dengan pemerintah Indonesia.

2.5 Aktivitas Sosial
Sesuai dengan misi perusahaan yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penghasil pajak terbesar bagi negara, perusahaan Harrison & Crossfield Ltd berupaya mewujudkan misi tersebut. Wujud dari sikap yang menjunjung misi itu, maka perusahaan Harrison & Crossfield Ltd berupaya melakukan sumbangan sosial dan ketaatan dalam membayar kewajiban bagi negara.
Aktivitas sosial yag dilakukan oleh Harrison & Crossfield Ltd sejak berdiri sampai menjelang kemerdekaan, tergolong minim. Perusahaan Harrison & Crossfield Ltd lebih melakukan hubungan dengan penguasa-penguasa lokal, yaitu